Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) turut mengadvokasi kasus pengenaan detensi terhadap investor asal China, Zhang Bangcun, oleh Ditjen Imigrasi Kemenkumham. Sebab, dapat merusak citra negara di mata dunia.
Ketua Umum DPP KNPI, Haris Pertama, menyampaikan, banyak kejanggalan di balik pengenaan detensi terhadap Zhang. Pertama, ia hanya terlibat masalah bisnis dengan pengusaha asal Surabaya yang juga Direktur PT Daya Cipta Utama Pusaka, Thomas Khuana, bukan keimigrasian ataupun perizinan penanaman modal atau usaha.
"Bayangkan, penangkapan terhadap WNA tidak sesuai prosedur dan tupoksi keimigrasian. Kalau memang melanggar, kitas dan paspor bermasalah, mungkin Imigrasi berhak untuk menangkap atau detensi. Tapi, ini masalah perdata yang dimasalahkan oknum [Imigrasi] yang bekerja sama dengan pengusaha mitra perusahaan Mr. Zhang," katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (9/7).
"Masalah surat selembar, kok, Imigrasi ikut-ikutan seolah-olah menekan Mr. Zhang untuk menyelesaikan masalah dengan pengusaha di Jawa Timur ini?" sambungnya.
Diketahui, Zhang dikenakan detensi oleh Ditjen Imigrasi Kemenkumham, 14-23 Juni 2023, menyusul adanya surat dari mitra bisnisnya sekaligus Direktur PT Daya Cipta Utama Pusaka, Thomas Khuana. Surat berbahasa Indonesia tersebut ditandatangani Zhang di bawah tekanan Thomas dengan dalih penyelesaian utang piutang sekitar Rp4 miliar.
Utang piutang tersebut muncul lantaran Zhang melalui PT Lutai Konstruksi Indonesia baru membayar pekerjaan tanah dan batu di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, sekitar Rp12 miliar dari total nilai proyek Rp16 miliaran. Zhang enggan melunasi lantaran PT Daya Cipta Utama dianggap wanprestasi, tak memberikan laporan perkembangan pengerjaan proyek.
Kemudian, Zhang tidak didampingi kuasa hukumnya saat sedang diperiksa petugas di Lantai 9 Gedung Ditjen Imigrasi Kemenkumham, Jakarta. Bahkan, tidak diperlakukan secara layak saat ditahan di Lantai 3.
"Mr. Zhang diperlakukan tidak manusiawi. Tidak ada tempat tidur bahkan gorden dijadikan selimut. Itu melanggar undang-undang. WNA yang ditahan harusnya ada beberapa fasilitas yang dilengkapi," tegasnya.
Kesehatan Zhang juga sempat terganggu saat ditahan Imigrasi. Pangkalnya, sulit untuk minum obat untuk mengobati sakit lambung dan jantung yang dideritanya lantaran tidak rutin menerima makanan. Untuk membelinya juga susah karena tidak diperkenankan keluar.
Selanjutnya, Zhang ditahan saat proses masih tahap penyelidikan. Pun dasar pengenaan detensi dalam surat yang dengan yang disampaikan berbeda.
"Ini bahaya! Orang masih dilidik bisa ditahan. Ini harus jadi atensi pemerintah," jelasnya.
"Kepada pengacara Mr. Zhang, Imigrasi menginfokan pasal yang dikenakan kepada Mr. Zhang melanggar Pasal 75 ayat (1). Ini bahaya karena pasal ini [berisi tentang] orang yang meresahkan publik. Padahal, beliau seperti ini, enggak bawa senjata dan bukan teroris. Dan ternyata keterangan yang dikeluarkan Imigrasi berisi bahwa Mr. Zhang dikenakan Pasal 122, bukan Pasal 75 seperti dalam surat yang dikeluarkan," imbuhnya.
Kejanggalan berikutnya, ungkap Haris, oknum Ditjen Imigrasi turut cawe-cawe agar Zhang segera menuntaskan masalah utang piutangnya dengan Thomas. Baginya, hal itu tidak berdasarkan karena bukan kewenangan Imigrasi.
"Pihak Imigrasi berbicara dengan teman bisnisnya (Thomas, red). Ini, kan, aneh. Maksudnya apa? Apakah ada kesalahan secara keimigrasian atau pihak Imigrasi sudah disusupi pihak tertentu untuk menarik uang WNA di Indonesia?" tanyanya. "Saya ada datanya dan rekamannya. Kalau mau diadu, saya siap buka-bukaan."
Sementara itu, Dirjen Imigrasi Kemenkumham, Silmy Karim, menyampaikan, ia akan mendorong gelar perkara guna menggali akar masalah dan penyebab Zhang Bangcun ditahan jajarannya.
"Segera saya minta gelar perkara," ucapnya Silmy saat dikonfirmasi terpisah.
Silmy melanjutkan, selalu meminta anak buahnya bekerja secara profesional. Namun, bekas PT Krakatau Steel (Persero) Tbk ini enggan berkomentar lebih mendalam tentang kasus yang mendera Zhang Bangcun.